MEMO, Jakarta – Jaksa Agung ST Burhanuddin mengungkapkan fakta mengejutkan yang menunjukkan bahwa pelaku tindak pidana korupsi seringkali adalah orang yang kaya dan memiliki pendidikan tinggi. Pernyataan ini menjadi sorotan karena mengungkapkan hubungan antara kemampuan ekonomi di atas rata-rata dan tingkat pendidikan dengan tindak pidana korupsi. Burhanuddin menjelaskan hal ini dalam keterangannya secara virtual, mencatat bahwa tindak pidana korupsi seringkali dilakukan oleh individu dalam struktur sosial dan ekonomi kelas atas.
Jaksa Agung Burhanuddin Ungkap Fakta Mengejutkan tentang Pelaku Korupsi
Jakarta: Jaksa Agung ST Burhanuddin mencatat bahwa orang yang kaya dan memiliki pendidikan tinggi seringkali menjadi pelaku tindak pidana korupsi. Dalam pernyataannya secara virtual pada Kamis (13/7/2023), Burhanuddin menyatakan, “Faktanya, orang yang melakukan tindak pidana korupsi sering kali memiliki kemampuan ekonomi di atas rata-rata dan pendidikan yang tinggi.”
Selain itu, lanjutnya, keberadaan hak istimewa juga menjadi pendorong bagi pelaku korupsi. Biasanya, mereka memperoleh hak istimewa karena memiliki hubungan dengan jabatan strategis yang mereka pegang.
“Oleh karena itu, kejahatan ini hanya bisa dilakukan oleh individu-individu dalam struktur sosial dan ekonomi kelas atas. Oleh karena itu, tindak pidana ini juga dikenal sebagai kejahatan ‘white collar crimes’ atau kejahatan kalangan atas,” jelasnya.
Jaksa Agung juga mengungkapkan bahwa Kejaksaan telah menangani beberapa kasus korupsi skala besar yang menyebabkan kerugian negara yang fantastis. “Berdasarkan data penanganan kasus tindak pidana korupsi pada tahun 2022 oleh Bidang Tindak Pidana Khusus Kejaksaan, total kerugian negara dari kasus korupsi dan TPPU mencapai Rp144,2 triliun dan USD 61.948.551,” ungkapnya.
Kerugian Negara Capai Rp144,2 Triliun: Kasus Korupsi di Mata Jaksa Agung
Angka tersebut meliputi kerugian keuangan dan perekonomian negara. “Kerugian keuangan negara sebesar Rp34,6 triliun dan USD 61.948.551,00, sedangkan kerugian perekonomian negara mencapai Rp109,5 triliun,” rincinya.
Menurutnya, penanganan kasus tindak pidana korupsi harus berfokus pada kerugian perekonomian negara. Pendekatan ini memberikan dampak yang signifikan terhadap perhitungan nilai kerugian negara yang disebabkan oleh tindak pidana korupsi.
Akses Gratis tiap pekan, Majalah Memo digital, e-Book Memo dan e-Course Memo Talenta , via Group WA Klikdisini, atau TELEGRAM Klikdisini