Dalam sebuah upacara bersejarah di gereja Santo Yosep Citraland, tujuh pemuka agama ternama di Indonesia telah mengambil langkah berani untuk mendeklarasikan perdamaian menjelang pemilihan umum tahun 2024.
Dalam sebuah pertemuan yang penuh makna ini, mereka sepakat bahwa agama tidak boleh menjadi senjata dalam perjuangan politik. Namun, apa yang mereka sampaikan bukan hanya sekadar retorika belaka.
Inilah momen penting dalam perjalanan Indonesia menuju keberagaman yang inklusif dan pemilihan umum yang bersih.
Tujuh Pemuka Agama Deklarasikan Perdamaian di Gereja Santo Yosep Citraland
Tujuh tokoh agama terkemuka bersatu dalam semangat perdamaian menjelang pemilihan umum tahun 2024. Upacara deklarasi perdamaian ini digelar di gereja Santo Yosep Citraland pada malam Jumat, 29 September 2023.
Dalam acara ini, hadir perwakilan dari berbagai agama, antara lain KH. Mohammad Nizam untuk Islam, Prof. Ir. Nyoman Sutantra untuk Hindu, Romo Tjio Winata Tjokro untuk Buddha, RD Johanes Anano Sri Nugroho untuk Katolik, pdt. Simon Filantropha untuk Kristen, Ws Liem Tiong Yang untuk Konghucu, dan Romo Naen Soeryono untuk penghayat kepercayaan.
Kesepuluh tokoh agama ini telah menyetujui untuk tidak menggunakan agama sebagai alat untuk meraih kemenangan dalam pemilu 2024.
“Kami bersama sepakat bahwa Indonesia harus tetap dalam keadaan damai, dan keberagaman adalah kekayaan yang harus kita jaga,” kata Prof. Otto Wahyudi, moderator diskusi Deklarasi Indonesia Damai.
Sebagai moderator, Otto mengajukan pertanyaan kepada para narasumber yang menjadi pembicara utama dalam diskusi ini. Salah satu pertanyaannya ditujukan kepada KH Mohammad Nizam sebagai perwakilan dari agama mayoritas terkait penggunaan agama, terutama Islam, sebagai alat untuk mencapai kekuasaan.
Gus Nizam menjawab bahwa Islam tidak mengajarkan penggunaan agama untuk mencapai ambisi pribadi. “Dalam Al-Qur’an, tidak ada yang mengizinkan penggunaan agama untuk menguasai orang lain demi kepentingan diri sendiri,” ujar Gus Nizam.
RD Johanes Anano Sri Nugroho, sebagai perwakilan dari agama Katolik, sepakat dengan pendapat Gus Nizam. Dia berpendapat bahwa dalam Pemilu 2024, para kandidat tidak seharusnya menggunakan politik identitas untuk memenuhi nafsu pribadi mereka.
Selain itu, praktik suap-menyuap seperti memberikan sembako dan uang kepada masyarakat agar memilih juga tidak boleh diterima.
Akses Gratis tiap pekan, Majalah Memo digital, e-Book Memo dan e-Course Memo Talenta , via Group WA Klikdisini, atau TELEGRAM Klikdisini